banner 728x250

Perihal Penafsiran Penting dalam UU Tindak Pidana Korupsi

Perihal Penafsiran Penting dalam UU Tindak Pidana Korupsi
banner 120x600
banner 468x60

Penegakan hukum terutama dalam kasus korupsi merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Salah satu tokoh yang memiliki pemahaman mendalam mengenai penafsiran hukum dalam kasus korupsi adalah Romli Atmasasmita. Dalam artikel ini, kita akan membahas dua masalah hukum yang sering muncul dalam menafsirkan ketentuan UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

1. Masalah Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara

Salah satu masalah yang kerap menjadi perdebatan adalah mengenai kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Terdapat dua pasal dalam UU Tipikor yang mengatur tentang kerugian keuangan negara, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3. Namun, perkembangan tafsir mengenai hal ini telah mengalami perubahan pesat, baik dari Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) maupun dari Mahkamah Agung RI (MARI).

banner 325x300

Putusan MKRI Nomor 25/PUU-XIV/2016 telah mencabut frasa “dapat” dari rangkaian kalimat menimbulkan kerugian keuangan negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Hal ini dilakukan karena frasa tersebut dianggap tidak memiliki kepastian hukum dan bertentangan dengan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 45.

Perkembangan Tafsir Hukum dari MKRI

Dalam putusan tersebut, MKRI juga menetapkan bahwa kerugian keuangan negara harus dibuktikan dengan kerugian negara yang nyata, bukan potensi atau perkiraan kerugian. Selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lembaga audit independen lain seperti BPKP dan auditor independen swasta juga dapat melakukan penghitungan kerugian keuangan negara.

Definisi kerugian keuangan negara tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Tafsir atas Pengertian Kerugian Keuangan Negara

Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak dapat digolongkan sebagai unsur tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan karena kerugian keuangan negara hanya merupakan akibat dari terjadinya perbuatan yang dilakukan secara melawan hukum yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa hukum pidana adalah mengenai perbuatan, bukan mengenai akibat dari perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan.

2. Tafsir Mengenai Unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Salah satu masalah hukum lainnya dalam penafsiran UU Tipikor adalah mengenai unsur Perbuatan Melawan Hukum. Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja atau lalai yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Perbuatan yang termasuk dalam kategori ini adalah perbuatan yang dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penafsiran hukum dalam kasus korupsi merupakan hal yang kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam. Perkembangan tafsir hukum dari MKRI dan MARI menjadi acuan penting dalam menegakkan hukum dan memerangi tindak pidana korupsi.

Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca dalam memahami masalah penafsiran hukum dalam kasus korupsi. Mari kita bersama-sama mendukung upaya pemberantasan korupsi demi terciptanya negara yang bersih dan berintegritas.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *