banner 728x250

Pulau Taiwan dan Klaim Kedaulatan China: Jejak Sejarah yang Menarik

Pulau Taiwan dan Klaim Kedaulatan China: Jejak Sejarah yang Menarik
banner 120x600
banner 468x60

Selamat datang di artikel ini yang akan membahas perjalanan sejarah Taiwan dan kedaulatan China. Dalam artikel ini, kita akan melihat kronologi konflik antara Taiwan dan daratan China, perubahan dinamika internasional yang memengaruhi hubungan keduanya, serta kebijakan “Satu China” dan perbedaan pendekatan yang muncul seiring berjalannya waktu.

Sejarah Awal Konflik Taiwan-Daratan China

Setelah Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945, Taiwan dan Penghu diambil alih oleh pemerintah Republik China (Kuomintang) dari Jepang. Namun, hubungan antara Taiwan dan daratan China mulai mengalami ketegangan akibat berbagai faktor baik domestik maupun internasional.

banner 325x300

Pasca Perang Saudara China, pasukan Republik China dipimpin oleh Partai Nasionalis China (Kuomintang) dikalahkan oleh Tentara Pembebasan Rakyat yang dipimpin oleh Partai Komunis China. Pada tahun 1949, Republik Rakyat China didirikan dan secara bertahap menguasai seluruh daratan China, sementara Republik China mundur ke Taiwan, Penghu, Kinmen, dan Matsu.

Konfrontasi militer antara kedua pihak terjadi, termasuk beberapa konflik bersenjata. Pada 25 Oktober 1945, Republik China resmi mengambil alih Taiwan dan Penghu, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pemulihan Taiwan. Meskipun konsep ini masih menjadi perdebatan, perbedaan sosial antara penduduk lokal dan pendatang baru dari daratan mulai terbentuk.

Perubahan Dinamika Internasional

Pada tahun 1971, Republik Rakyat China (Beijing) menggantikan Republik China (Taipei) sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Selanjutnya, pada tahun 1979, Amerika Serikat menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat China dan mencabut pengakuan diplomatik terhadap Republik China, menggantikannya dengan Taiwan Relations Act sebagai dasar hubungan bilateral.

Setelah periode ketegangan, hubungan lintas selat mulai membaik pada tahun 1987 ketika Taiwan mengizinkan warganya mengunjungi kerabat di daratan. Hal ini diikuti oleh peningkatan hubungan ekonomi antara kedua pihak. Namun, kunjungan Presiden Lee Teng-hui ke Amerika Serikat pada tahun 1995 memicu ketegangan baru, termasuk Krisis Selat Taiwan pada tahun 1996.

Kebijakan “Satu China” dan Perbedaan Pendekatan

Selama beberapa dekade berikutnya, kebijakan lintas selat terus berubah sesuai dengan pergantian pemerintahan di kedua pihak. Pada tahun 2008, ketika Kuomintang kembali berkuasa di Taiwan, hubungan lintas selat kembali membaik. Puncaknya adalah pertemuan antara Presiden Ma Ying-jeou dari Taiwan dan Presiden Xi Jinping dari China pada tahun 2015 di Singapura, yang dianggap sebagai terobosan besar dalam sejarah hubungan kedua pihak.

Namun, sejak Partai Progresif Demokratik (DPP) kembali berkuasa pada tahun 2016 di bawah kepemimpinan Presiden Tsai Ing-wen, hubungan lintas selat kembali tegang. Tsai menolak untuk menerima Konsensus 1992 yang menyatakan bahwa “hanya ada satu China” dengan interpretasi masing-masing pihak. Pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping terus memberikan tekanan politik dan ekonomi terhadap Taiwan, termasuk dengan melibatkan latihan militer besar-besaran di sekitar Selat Taiwan.

Dengan melihat perjalanan sejarah antara Taiwan dan kedaulatan China, kita dapat melihat bagaimana faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial telah memengaruhi hubungan kedua pihak selama beberapa dekade terakhir. Perkembangan selanjutnya dari konflik ini akan terus menjadi sorotan penting dalam hubungan internasional di kawasan Asia Timur.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *