Sebuah kebijakan baru akan segera diterapkan oleh pemerintah Indonesia pada semester kedua tahun 2025, yaitu cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama terkait dampaknya terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang minuman. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara detail mengenai rencana pemerintah tersebut dan emiten-emiten yang diproyeksikan akan terdampak.
Rencana Pemerintah
Pemerintah berencana menerapkan cukai MBDK pada tahun 2025 setelah proses penyusunan peraturan teknisnya selesai. Peraturan teknis ini akan mengatur ambang batas, jenis MBDK, dan besaran tarif cukai yang akan dikenakan. Dengan demikian, tidak semua minuman berpemanis dalam kemasan akan langsung terkena cukai. Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari cukai MBDK sebesar Rp3,5 triliun pada tahun 2025.
Dampak Terhadap Emiten
Analis Stockbit Sekuritas, Edi Chandren, menyampaikan bahwa dampak negatif cukai MBDK bagi profitabilitas perusahaan konsumer baru dapat dihitung setelah pemerintah merilis peraturan teknis perhitungan cukai. Namun, dampak negatif tersebut bisa diminimalisasi apabila perusahaan dapat meluncurkan produk sejenis dengan kandungan gula yang lebih rendah atau menyalurkan sebagian beban cukai ke harga jual produk.
Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak langsung pada beberapa emiten, terutama perusahaan yang fokus pada penjualan produk minuman. Beberapa emiten yang diproyeksikan terdampak antara lain PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), dan PT Kino Indonesia Tbk (KINO).
PT Mayora Indonesia Tbk (MYOR) diprediksi akan merasakan dampak terbesar dari penerapan cukai MBDK, dengan eksposur sebesar 25–30% dari total pendapatan. Sementara PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) memiliki eksposur sekitar 15–20% dari pendapatan.
Perkembangan Terbaru
Pada September 2024, DPR mengusulkan tarif cukai MBDK minimum sebesar 2,5% pada tahun 2025, yang akan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 20%. Usulan ini berbeda dengan rancangan sebelumnya yang menetapkan tarif cukai MBDK sebesar Rp1.771 per liter, sesuai dengan rata-rata tarif di negara-negara Asia Tenggara.
Wacana tersebut tidak mencantumkan kriteria produk MBDK yang akan dikenakan cukai, namun dalam rancangan sebelumnya, produk MBDK tanpa bahan tambahan pemanis dengan kadar gula lebih dari 6 gram per 100 ml dan produk MBDK yang mengandung bahan tambahan pemanis alami atau buatan dalam kadar berapa pun akan dikenai cukai.
Kesimpulan
Dengan rencana penerapan cukai MBDK pada tahun 2025, emiten-emiten di sektor minuman berpemanis dalam kemasan harus siap menghadapi dampak kebijakan baru ini. Perusahaan-perusahaan tersebut perlu mencari strategi untuk mengurangi dampak negatif dan tetap menjaga profitabilitas mereka di tengah ketatnya persaingan pasar. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai peraturan teknis cukai MBDK sehingga perusahaan dapat melakukan perencanaan yang tepat.
Dengan demikian, semakin menarik untuk mengikuti perkembangan kebijakan cukai MBDK ini dan melihat bagaimana emiten-emiten yang terdampak akan menyesuaikan strategi bisnis mereka. Tetap pantau informasi terbaru untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai dampak kebijakan ini.