Di tengah isu-isu perubahan iklim dan kebutuhan akan energi yang semakin meningkat, Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi sumber daya alam yang melimpah memiliki tantangan besar untuk beralih dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha, optimistis bahwa Indonesia mampu mencapai transisi energi yang berkelanjutan dan memenuhi target emisi karbon yang ditetapkan.
Proses Transisi yang Bertahap
Menurut Hangga, proses transisi energi harus dilakukan secara bertahap, mengingat batu bara masih menjadi sumber energi yang kompetitif dan murah di Indonesia. Namun, untuk konsisten dengan penurunan emisi karbon, perlu dilakukan langkah-langkah seperti Co-Firing dengan biomassa dan pengembangan teknologi CCS dan CCUS.
Peran Indonesia dalam Transisi Energi
Sebagai Tenaga Ahli Menteri ESDM, Hangga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membantu dalam menjalankan program-program energi yang selaras dengan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden RI. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mengembangkan energi baru terbarukan.
Target Pembangunan Energi di Indonesia
Hangga mengungkapkan bahwa hingga tahun 2040, lebih dari 100 GW kapasitas energi akan dibangun di Indonesia, dimana sebagian besar berasal dari energi terbarukan, nuklir, dan gas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan investasi, hilirisasi, dan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Pentingnya Transisi dari Fosil ke EBT
Indonesia perlu beralih dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan untuk mencapai kesepakatan Paris Agreement tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Meskipun fase out batu bara menjadi penting, perlu ada solusi yang dapat menjadi pengganti sebagai base load energi yang murah dan dapat diakses oleh masyarakat.
Tantangan dan Solusi dalam Transisi Energi
Hangga menyatakan bahwa PLTU akan dipensiunkan namun perlu ada penggantinya. Sumber energi seperti co-firing dengan biomassa, gas, dan EBT dapat menjadi alternatif yang baik. Implementasi Kepmen B40 sebagai langkah awal diharapkan dapat berlanjut ke Kepmen B50 dan seterusnya hingga B100.
Tata Kelola Migas dan Transportasi FAME
Dalam hal tata kelola migas, Hangga menekankan pentingnya perusahaan yang dapat diandalkan dalam mengangkut FAME. Subsidi untuk BBM, listrik, dan LPG juga harus tepat sasaran sesuai dengan skema yang disampaikan oleh Presiden dan Menteri ESDM.
Dengan komitmen dan kolaborasi yang kuat, Indonesia diyakini mampu menghadapi tantangan transisi energi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.