Sejak 1 Februari 2025, pemerintah Indonesia telah resmi melarang penjualan LPG bersubsidi kemasan 3 kg secara eceran di warung-warung. Seiring dengan larangan tersebut, pengecer diberi kesempatan untuk meningkatkan statusnya menjadi pangkalan LPG resmi. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar akan mampu mengurangi beban subsidi LPG bersubsidi?
Analisis Kebijakan Distribusi LPG Subsidi
Pengamat energi dan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, menilai bahwa keputusan pemerintah untuk mengangkat pengecer menjadi pangkalan LPG resmi masih menyisakan banyak pertanyaan. Menurutnya, langkah ini seharusnya diiringi dengan penegasan aturan yang jelas mengenai siapa yang berhak mendapatkan LPG bersubsidi, bukan hanya sekadar mengalihkan status pengecer.
Perpres 104 Tahun 2007 dan Distribusi LPG Subsidi
Sofyano menyoroti ketidakjelasan dalam Perpres 104 Tahun 2007 mengenai pengguna yang berhak atas LPG 3 kg. Hal ini menyebabkan pada tingkat penyaluran di pangkalan dan pengecer, rumah tangga dari berbagai golongan seringkali membeli LPG bersubsidi. Di sisi lain, ketentuan mengenai pengguna usaha mikro juga seringkali salah ditafsirkan, sehingga banyak usaha golongan menengah dianggap sebagai usaha mikro dan berhak atas LPG 3 kg.
Revisi Perpres 104 Tahun 2007
Sofyano berpendapat bahwa yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah merevisi Perpres 104 Tahun 2007, khususnya terkait siapa yang berhak menggunakan LPG bersubsidi dan pengawasannya di lapangan. Dengan begitu, distribusi LPG bersubsidi dapat menjadi lebih terarah dan tepat sasaran.
Tantangan Distribusi LPG Subsidi
Menurut Sofyano, masalah utama yang dihadapi pemerintah terkait LPG bersubsidi bukan hanya soal distribusi dan harga eceran, melainkan juga terkait dengan meningkatnya beban subsidi akibat peningkatan kuota. Sulit untuk memastikan apakah LPG 3 kg selama ini disalahgunakan atau tidak sesuai sasaran karena ketentuan yang abu-abu.
Pengangkatan Pengecer Menjadi Pangkalan Resmi
Sofyano menambahkan bahwa pengangkatan pengecer menjadi pangkalan resmi tidak menjamin bahwa besaran subsidi LPG akan berkurang. Iming-iming status pangkalan resmi mungkin tidak cukup menarik bagi pengecer karena mereka bisa mendapatkan margin lebih tinggi dengan status pengecer. Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan status pengecer menjadi pangkalan harus disertai dengan tujuan jelas untuk mengurangi beban subsidi.
Harapan dan Realita Distribusi LPG Subsidi
Keberhasilan kebijakan distribusi LPG bersubsidi bergantung pada kemampuan pemerintah untuk melakukan revisi aturan yang jelas dan mengawasi pelaksanaannya di lapangan. Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa pengangkatan pengecer menjadi pangkalan resmi benar-benar dapat mengurangi beban subsidi dan menyalurkan LPG 3 kg secara tepat sasaran.
Dengan demikian, kebijakan distribusi LPG bersubsidi perlu ditinjau ulang dan diperbaiki agar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Harapan untuk mengurangi beban subsidi harus diimbangi dengan realita distribusi yang efektif dan efisien.
(fjo)