Pada hari Selasa, 11 Februari 2025, Pengacara Razman Arif Nasution menjadi narasumber dalam diskusi Rakyat Bersuara yang bertajuk ‘Sidang Ricuh, Naik Meja, Hina Pengadilan?’ yang diselenggarakan oleh iNews di Jakarta. Razman Arif Nasution membagikan pengalamannya saat menghadapi sidang sebagai terdakwa melawan Hotman Paris, di mana dia mengungkapkan perilaku diskriminatif yang dia terima dari ketua majelis hakim.
Perilaku Diskriminatif dari Ketua Majelis Hakim
Saat berbicara dalam diskusi tersebut, Razman Arif Nasution menyampaikan bahwa dia merasa dipanggil dengan tidak sopan oleh ketua majelis hakim. Dia meniru ucapan ketua majelis hakim yang mengatakan, “JPU hadirkan kapan saja, kalau tidak tepat waktu perintahkan, beritahu, kami buat penetapan ditahan.” Hal ini membuatnya merasa tidak dihargai dan dipanggil dengan kasar.
Meskipun penasihat hukumnya keberatan dengan perlakuan tersebut, respons dari majelis hakim justru menunjukkan sifat otoriter. Ketua majelis hakim bahkan mengatakan, “Diam saudara, saya yang mengatur,” menegaskan dominasi dan kekuasaan atas jalannya sidang.
Sidang Tertutup Secara Kontroversial
Razman Arif Nasution juga mempertanyakan keputusan majelis hakim yang menyatakan sidang tersebut digelar secara tertutup. Padahal, sebelumnya sidang tersebut terbuka untuk umum. Menurutnya, sidang yang dimaksud seharusnya tidak digelar secara tertutup karena terkait dengan dugaan pencemaran nama baik.
“Langsung dia ngomong, hakim sudah bermusyawarah, sidang tertutup untuk umum, tok!” ujar Razman menirukan ketua majelis hakim dalam membuka sidang tersebut. Keputusan ini menuai kontroversi dan kecurigaan dari publik, mengingat pentingnya transparansi dalam proses hukum.
Kritik Terhadap Pemutusan Sepihak
Selain itu, Razman Arif Nasution juga memberikan kritik terhadap pemutusan sepihak yang dilakukan oleh majelis hakim dalam sidang tersebut. Dia merasa bahwa keputusan yang diambil tidak adil dan tidak memperhatikan argumen yang diajukan dalam persidangan.
“Kami sebagai pihak terdakwa merasa bahwa putusan tersebut tidak didasari oleh bukti yang kuat dan hanya berdasarkan asumsi semata,” ungkap Razman Arif Nasution dalam diskusi tersebut. Kritik ini menunjukkan bahwa proses peradilan yang seharusnya adil dan transparan bisa terganggu oleh keputusan yang diambil secara sepihak.
Kesimpulan
Dari pengalaman yang dibagikan oleh Razman Arif Nasution, kita bisa melihat betapa pentingnya menjaga etika dan profesionalisme dalam proses peradilan. Perlakuan diskriminatif dan keputusan pemutusan sepihak dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Sebagai masyarakat, kita perlu terus mengawasi dan mengkritisi setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat hukum agar proses peradilan dapat berjalan dengan adil dan transparan. Semoga cerita ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dalam setiap aspek kehidupan.