Sebuah rencana kontroversial yang diusulkan oleh Presiden Prabowo Subianto tentang penambahan lahan sawit di kawasan hutan terdegradasi telah menimbulkan berbagai pendapat pro dan kontra. Namun, seorang Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Yanto Santosa, memberikan dukungannya terhadap rencana tersebut dengan alasan yang kuat.
Penekanan pada Kawasan Hutan Terdegradasi
Menurut Prof. Yanto, penambahan lahan sawit di kawasan hutan bukanlah kegiatan deforestasi jika dilakukan di kawasan hutan yang sudah tidak berhutan atau terdegradasi. Hal ini sejalan dengan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2020, yang menyatakan adanya sekitar 31,8 juta hektare kawasan hutan yang mengalami degradasi. Menurutnya, kawasan hutan yang sudah rusak ini sebaiknya dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian guna mencapai ketahanan pangan dan energi.
Potensi Kawasan Hutan Terdegradasi
Para akademisi yang memiliki latar belakang keilmuan tentang kehutanan, seperti Prof. Yanto, percaya bahwa melakukan kegiatan pertanian di kawasan hutan yang sudah rusak bukanlah tindakan deforestasi. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait rencana penambahan lahan sawit di kawasan hutan terdegradasi.
Pentingnya Keseimbangan Ekologi
Meskipun penambahan lahan sawit di kawasan hutan terdegradasi dapat memberikan manfaat ekonomi, Prof. Yanto tetap mengingatkan agar tidak semua kawasan tersebut ditanami sawit. Ia menyarankan agar sebagian lahan ditanami dengan tanaman hutan unggulan seperti bangkirai, ulin, kayu hitam, atau meranti. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan keberlanjutan lingkungan.
Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Lahan
Sebagai akademisi di bidang kehutanan, Prof. Yanto mendukung rencana pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan hutan terdegradasi untuk kegiatan pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Menurutnya, lebih baik untuk mengalihfungsikan lahan yang sudah rusak daripada tidak melakukan tindakan apapun.
Reaksi dari LSM dan Guru Besar
Selama rencana penambahan lahan sawit di kawasan hutan terdegradasi ini menjadi perbincangan hangat, beberapa LSM dan guru besar telah memberikan tanggapannya. Namun, Prof. Yanto menyayangkan sikap negatif yang diambil oleh sebagian pihak terhadap rencana Presiden Prabowo. Ia berpendapat bahwa pemahaman yang kurang akurat tentang kondisi hutan terdegradasi dapat memengaruhi persepsi terhadap upaya pengelolaan lahan yang sudah rusak.
Kesimpulan
Dengan adanya dukungan dari seorang Guru Besar seperti Prof. Yanto Santosa, rencana penambahan lahan sawit di kawasan hutan terdegradasi menjadi semakin beralasan. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa peningkatan produksi kelapa sawit di kawasan hutan yang sudah rusak bukanlah tindakan deforestasi, melainkan langkah untuk memanfaatkan kawasan yang sudah terdegradasi secara bertanggung jawab.