RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty telah menjadi sorotan utama dalam dunia politik Indonesia belakangan ini. Keputusan DPR untuk memasukkan RUU ini ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak, terutama dari pengamat hukum dan pegiat antikorupsi.
Langkah Kontroversial DPR
Langkah DPR memasukkan RUU Tax Amnesty ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025 dinilai janggal oleh banyak pihak. Pengamat hukum, Hardjuno Wiwoho, menyoroti prioritas yang seharusnya diberikan pada RUU Perampasan Aset sebagai instrumen penting dalam pemberantasan korupsi.
Ketidakseriusan DPR dalam Memberantas Korupsi
Menurut Hardjuno, keputusan DPR tersebut merupakan bentuk ketidakseriusan dalam memberantas korupsi. RUU Perampasan Aset dianggap lebih penting untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi daripada RUU Tax Amnesty yang dapat membebaskan pelanggar pajak dari tanggung jawab masa lalu.
Dugaan Keterlibatan Pengusaha Hitam
Hardjuno juga mensinyalir bahwa lolosnya RUU Tax Amnesty ke dalam daftar Prolegnas prioritas merupakan titipan dari pengusaha, terutama pengusaha hitam yang selama ini mengemplang pajak. Hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam negara ini, di mana orang kaya diusulkan untuk diberikan Tax Amnesty sementara rakyat jelata terus dicekik pajaknya.
Kontroversi dalam Fit and Proper Test Pimpinan KPK
Selain RUU Tax Amnesty, Hardjuno juga mengkritik keras kontroversi dalam fit and proper test pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu calon yang akhirnya terpilih secara terbuka menyatakan keinginannya untuk menghapuskan Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang merupakan metode efektif dalam menangkap para pelaku korupsi.
Pentingnya Operasi Tangkap Tangan
OTT dianggap sebagai bukti nyata keseriusan lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi. Contohnya adalah OTT yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap seorang mantan hakim Mahkamah Agung dengan barang bukti suap sebesar Rp1 triliun. Langkah ini menunjukkan bahwa hukum bisa menyentuh siapa saja.
Penutup
Dengan adanya kritik tajam dari pengamat hukum seperti Hardjuno Wiwoho, diharapkan DPR dapat mempertimbangkan kembali prioritas legislasi mereka. Memberantas korupsi dan menegakkan keadilan pajak seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan negara. Semoga kebijakan yang diambil dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia.