Penegakan hukum di Indonesia telah lama mengalami tantangan dalam hal efektivitas dan efisiensi. Hal ini terkait dengan konsep KUHAP yang menganut prinsip deferensial fungsional. Pakar Hukum, Suparji Ahmad, menyatakan bahwa setelah 43 tahun berlaku, baru saat ini kita merasakan bagaimana Aparat Penegak Hukum terkotak-kotak dalam kinerjanya.
Kritik terhadap Sistem Peradilan Pidana
Menurut Suparji, konsep KUHAP yang berlaku saat ini tidak mencerminkan sistem peradilan pidana terpadu yang diharapkan. Hal ini menyebabkan terganggunya sinkronisasi dan harmonisasi kinerja Aparat Penegak Hukum. Contoh kasus rekayasa berkas perkara dalam proses penyidikan menjadi salah satu contoh yang menunjukkan ketidaksempurnaan sistem yang ada.
Perluasan Kewenangan dan Perubahan Paradigma
Suparji juga menyoroti bahwa kejaksaan sebenarnya tidak akan perlu memperluas kewenangannya atau bahkan mengambil alih kewenangan lembaga lain. Namun, yang perlu dilakukan adalah perubahan paradigma dalam mekanisme kerja antara Penyidik dan Jaksa.
Kerja Kolaboratif Antara Penyidik dan Jaksa
Suparji menekankan pentingnya kerja kolaboratif antara Penyidik dan Jaksa dalam menegakkan hukum pidana. Sebagai bagian dari satu rumpun eksekutif, Penyidik dan Jaksa seharusnya bekerja bersama-sama tanpa terkotak-kotak. Hal ini akan memastikan kontrol atas kerja keduanya dilakukan oleh hakim sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.
Konsep Mekanisme Kerja Kolaboratif
Menurut Suparji, konsep mekanisme kerja kolaboratif yang cocok bagi bangsa Indonesia karena Indonesia memiliki paham integralistik. Hal ini memungkinkan untuk bekerja secara gotong royong dan membangun kerja sama yang harmonis antara Penyidik dan Jaksa.
Konsep Deferensiasi Fungsional dalam KUHAP
Suparji juga menyoroti bahwa konsep deferensiasi fungsional yang dianut oleh KUHAP saat ini lebih bersifat individualistik ala barat. Hal ini mungkin tidak sepenuhnya cocok dengan budaya dan nilai-nilai Indonesia yang lebih mengutamakan kebersamaan.
Ironi Sistem Peradilan di Barat
Ironisnya, menurut Suparji, negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Korea Selatan justru mengusung konsep kebersamaan kerja antara penyidik dan jaksa. Hal ini menunjukkan bahwa paham individualistik pun dapat menghasilkan kerja sama yang lebih integral dalam sistem peradilan pidana mereka.
Akhir Kata
Dengan adanya kritik dan pemikiran dari Pakar Hukum seperti Suparji Ahmad, diharapkan perubahan paradigma dalam KUHAP dapat segera dilakukan. Membangun kerja kolaboratif antara Penyidik dan Jaksa menjadi kunci utama dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum di Indonesia.
(sumber: sindonews.com)