Paulus Tannos, buronan kasus korupsi e-KTP, baru-baru ini kembali menjadi sorotan publik setelah mengajukan permohonan lepas kewarganegaraan. Tannos, yang sebelumnya sudah dua kali mengajukan permohonan serupa, namun belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan.
Permohonan Lepas Kewarganegaraan
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa Paulus Tannos telah dua kali mengajukan permohonan lepas kewarganegaraan. Meskipun demikian, status kewarganegaraan Tannos masih tetap sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Kita harus memastikan bahwa Paulus Tannos belum melengkapi dokumen yang diperlukan untuk pelepasan kewarganegaraan,” kata Supratman dalam keterangan persnya.
Status Kewarganegaraan
Supratman menegaskan bahwa meskipun Paulus Tannos mengaku memiliki paspor diplomatik dari negara Guinea-Bissau, namun statusnya tetap sebagai WNI. “Untuk kita, status kewarganegaraan Tannos sudah jelas,” tambahnya.
Paspor Negara Lain
Selain itu, Menkum juga menyebut bahwa Paulus Tannos diketahui memiliki paspor negara lain. “Kami menerima laporan bahwa Tannos saat ini memiliki paspor dari negara sahabat,” ungkapnya.
Implikasi Hukum
Kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Paulus Tannos telah menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang. Dengan adanya permohonan lepas kewarganegaraan, hal ini tentu memiliki implikasi hukum yang kompleks.
Persyaratan Dokumen
Agar permohonan lepas kewarganegaraan dapat diproses, Paulus Tannos diharuskan untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hingga saat ini, belum ada informasi mengenai kelengkapan dokumen yang diminta.
Reaksi Publik
Keputusan Paulus Tannos untuk mengajukan permohonan lepas kewarganegaraan tentu menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat. Beberapa pihak mungkin menganggap langkah ini sebagai upaya untuk menghindari pertanggungjawaban hukum, sementara yang lain bisa jadi mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut.
Pendapat Ahli Hukum
Para ahli hukum juga turut memberikan pandangannya terkait kasus Paulus Tannos. Beberapa di antaranya mengkritik langkah Tannos yang dianggap kontroversial, sementara yang lain berpendapat bahwa setiap individu memiliki hak untuk memilih status kewarganegaraannya.
Kesimpulan
Paulus Tannos dan kasus korupsi e-KTP yang melibatkannya menjadi sorotan publik yang menarik untuk diikuti. Dengan adanya permohonan lepas kewarganegaraan, tentu akan menjadi bagian dari perkembangan hukum yang menarik untuk diamati.
Sebagai warga negara, penting bagi kita semua untuk memahami pentingnya menjunjung integritas dan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal pemberantasan korupsi. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kejujuran dan keadilan.