Sebuah kontroversi muncul terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Direktur Eksekutif Kemitraan Laode Muhammad Syarif menilai bahwa praktik ini bisa dijerat dengan pidana korupsi jika terdapat indikasi suap-menyuap dengan pejabat publik.
Indikasi Korupsi dalam Penerbitan SHGB Pagar Laut
Laode Muhammad Syarif menyatakan, “Kita lihat ya, kalau misalnya pemberian surat-surat itu apakah itu HGB atau hak milik, atau itu memang didapatkan dengan menyuap misalnya, atau berpengaruh pengaruhi uang dengan menyogok pejabat-pejabat publik tertentu, tentunya bisa ditarik arah korupsi, kalau itu terjadi.”
Meskipun demikian, Laode menekankan perlunya penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia juga mencatat bahwa masalah penerbitan SHGB pagar laut terlihat terstruktur dan sistematis mulai dari pejabat pemerintahan hingga pihak swasta.
Peran Penegak Hukum dalam Mengungkap Kasus Korupsi
Laode menjelaskan, “Ya kan lumayan itu kalau misalnya ya, penguasaannya, ada perusahaan yang terlibat, yang kedua ada pemerintah, bahkan dari bawah ya, kecamatan bahkan kebupaten, sampai dengan kementerian seperti itu, ya itu bisa diselidiki.”
Dalam hal ini, aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk mengusut dugaan pidana korupsi jika terdapat bukti kuat praktik rasuah. Laode menegaskan, “Kalau memang ada transaksi-transaksi uang yang diberikan kepada penyelenggara negara, atau pegawai negeri sipil, nah itu kemungkinan untuk ditarik korupsinya ada, kalau itu terjadi. Tapi itu tergantung dari hasil penyelidikan dan penyelidikan yang akan dilakukan oleh APH yang telah.”
Penutup
Sebagai penutup, kasus penerbitan SHGB pagar laut di Tangerang memunculkan tanda tanya terkait integritas dan transparansi dalam proses penerbitan sertifikat tanah. Diperlukan keseriusan dari aparat penegak hukum untuk mengungkap dan menindak tegas praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.
(cip)