Indonesia, sebagai negara mayoritas Muslim, masih memiliki tantangan besar dalam memberikan akses pendidikan agama Islam bagi penyandang disabilitas. Hal ini terutama terjadi pada kelompok tuna rungu yang kesulitan untuk belajar Al-Qur’an, Al-Hadits, dan pelajaran agama lainnya. Diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk menciptakan akses pendidikan agama Islam yang inklusif bagi penyandang disabilitas, termasuk menggunakan bahasa isyarat hijaiyyah.
Tantangan Akses Pendidikan Agama bagi Penyandang Disabilitas
Direktur Perhimpunan Pengembangan Masyarakat (P3M), KH Sarmidi Husna, mengungkapkan bahwa jumlah penyandang disabilitas tuli di Indonesia mencapai 2,5 juta orang, di mana lebih dari 2 juta di antaranya adalah Muslim. Namun, akses mereka untuk belajar agama terhambat oleh minimnya jumlah juru bahasa isyarat, khususnya juru bahasa isyarat hijaiyyah. Hal ini menjadi masalah yang memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak.
Membangun Masyarakat Ramah Disabilitas
Kiai Sarmidi menjelaskan bahwa ada tiga hal yang harus dilakukan untuk membangun masyarakat yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Pertama, mengubah mindset masyarakat yang masih merasa malu memiliki anggota keluarga dengan disabilitas. Kedua, peran negara yang belum optimal dalam memberikan pelayanan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Ketiga, perlu meningkatkan pelayanan pendidikan dengan meningkatkan jumlah guru pendamping khusus.
Pengajaran dari Al-Qur’an tentang Perlakuan terhadap Disabilitas
Kiai Sarmidi menegaskan bahwa Islam sangat mengecam sikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Dalam Al-Qur’an, terdapat kisah tentang Nabi Muhammad SAW yang kemudian ditegur oleh Allah karena kurangnya perhatian terhadap seorang sahabat penyandang disabilitas netra. Kisah tersebut menjadi pelajaran penting tentang perlunya memuliakan dan memberikan perhatian kepada penyandang disabilitas.
Perubahan Paradigma terhadap Disabilitas
Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta, Andi Hidayanto, menyoroti pentingnya perubahan paradigma terhadap istilah disabilitas. Bukan sebagai orang yang membutuhkan perlakuan khusus, melainkan sebagai individu yang memiliki karunia khusus. Dengan cara pandang ini, diharapkan masyarakat dapat memberikan penghargaan yang lebih kepada penyandang disabilitas dan memberikan kesempatan yang sama untuk berkembang.
Harapan dari Halaqah Nasional dan Peringatan Hari Disabilitas Internasional
Melalui acara Halaqah Nasional dan Peringatan Hari Disabilitas Internasional, diharapkan Universitas Negeri Jakarta dapat menjadi pelopor dalam pelatihan bahasa isyarat hijaiyyah di Indonesia. Dengan demikian, akses pendidikan agama bagi penyandang disabilitas dapat semakin meningkat dan inklusif.
Narasumber dan Peserta
Acara tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber terkemuka seperti Guru Besar UNJ Prof Totok Bintoro, Lembaga Pentashih Al-Qur’an Ida Zulfiya, Anggota DPR Hindun Anisah yang juga kepala sekolah inklusi, serta perwakilan dari Komisi Nasional Disabilitas (KND) dan pegiat disabilitas. Peserta dari berbagai kalangan juga turut hadir untuk mendukung upaya meningkatkan akses pendidikan agama bagi penyandang disabilitas.
(abd)